Elemen Mahasiswa Kota Semarang Kembali Aksi di Unnes Terkait Kasus Frans Joshua Napitu

25 November 2020 15:56
Elemen Mahasiswa Kota Semarang Kembali Aksi di Unnes Terkait Kasus Frans Joshua Napitu
Elemen mahasiswa Kota Semarang unjuk rasa terkait keputusan Dekan Fakultas Hukum Unnes untuk pengembalian pembinaan moral karakter mahasiswa bernama Frans Joshua Napitu kepada orang tuanya selama 6 bulan, berlangsung di Unnes Kota Semarang, Jateng. (Arlif Faisal/Trans89.com)
.

SEMARANG, TRANS89.COM – Sejumlah elemen mahasiswa Kota Semarang dipimpin Azis Rahmad unjuk rasa terkait keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes) untuk pengembalian pembinaan moral karakter mahasiswa bernama Frans Joshua Napitu kepada orang tuanya selama 6 bulan, berlangsung di Dekan Fakultas Hukum Unnes Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Selasa (24/11/2020).

Elemen mahasiswa tergabung dari BEM Unnes, BEM Undip, BEM Polines, BEM Unisula, BEM Unika, AMP Kota Semarang, Aksi Kamisan Semarang.

Massa aksi membawa spanduk dan poster bertuliskan, PSBB, Pembungkaman suara berskala besar Unnes. Gerakan melawan pembungkaman akademik Unnes, cabut skorsing Frans Napitu, hentikan pembungkaman akademik, cabut skorsing Frans. Reformasi Unnes bebas korupsi.

Para massa aksi berkumpul di gerbang utama Unnes kemudian bergeser ke gedung Dekan Fakultas Hukum Unnes.

Orasi Azis Rahmad mengatakan, Unnes sedang tidak baik-baik saja, banyak permasalahan di Unnes, pendidikan macam apa ini yang menunjukkan oligarki.

“Kejadian kawan kita Frans ini bisa saja terjadi di Undip, Polines maupun kampus lain. Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan,” kata Azis.

Ia menyebutkan, pembungkaman ruang-ruang akademik menjadi momok besar penghianatan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik dan otonomi keilmuan di perguruan tinggi yang dijamin dalam tentang Pendidikan Tinggi.

“Banyaknya bentuk represifitas mulai dari skorsing, persekusi, kriminalisasi hingga ancaman pembunuhan menjadi bahaya laten yang terus mengancam,” sebut Azis.

Dirinya mencontohkan bahwa nyata pembungkaman dalam ruang akademik adalah terbitnya surat keputusan (SK) Dekan Fakultas Hukum Unnes nomor 7677/UN37.1.8/HK/2020, dengan muatan skorsing atau mengembalikan pembinaan moral karakter Frans Josua Napitu kepada orang tua serta mencabut hak dan kewajiban yang bersangkutan sebagai mahasiswa selama 6 bulan.

“SK yang cacat formil dan materiil itu menjadi ancaman yang dapat menghantui mahasiswa untuk dapat menyuarakan pendapatnya. Mari tunjukkan solidaritas kita untuk kawan Frans Josua Napitu,” ujar Azis.

Massa kemudian bergeser ke gedung Rektorat Unnes dan diteriam Dekan Fakultas Hukum Unnes, Rodiyah menyampaikan, seharusnya kami hanya menerima mahasiswa Fakultas Hukum Unnes karena kapasitas kewenangan untuk membina Fakultas Hukum, tetapi saat ini ternyata saudara-saudara hadir harusnya tidak begini.

“Pembinaan mahasiswa adalah kewenangan Dekan, sehingga saya mengamankan Frans JN untuk pembinaan, bahkan kami membentuk WA ekslusif grup termasuk Frans didalamnya,” papar Rodiyah.

Dirinya menyebutkan kalau menjadi bemper untuk menggunakan pasal pendidikan nomor 7 tahun 2003, dimana orang tua wajib ikut serta dalam pendidikan anak, dan satuan pendidikan termasuk Unnes wajib memberi tahukan kepada orang tua terkait perkembangan anak didiknya.

“Saya membela Frans, kalo tidak dikembalikan ke orang tua proses akademiknya tidak berjalan. Jadi harap dipahami, saya lakukan adalah mengembalikan pembinaan moral kepada orang tuanya selama 6 bulan, kemudian Frans bisa kuliah lagi sampai dia lulus,” sebut Rodiyah.

Karena penyampaian Dekan Fakultas Hukum Unnes tidak diterima oleh massa aksi, maka dilaksanakan pertemuan internal tertutup antara pihak Dekan Fakultas Hukum dengan Frans dan perwakilan mahasiswa Unnes Fakultas Hukum di ruang rapat Rektorat Unnes, tetapi tidak ada titik temu. (Arif/Nis)

Trans89.com adalah media online yang
menyajikan berita terbaru dan populer, baik hukum, kriminal, peristiwa, politik, bisnis, entertainment, event serta berita lainnya