Pilkada Serentak Disorot di Webinar DPD RI, Fachrul: Pilkada Ditengah Pandemi Adalah Ancaman Bagi Kedaulatan Rakyat

10 October 2020 01:54
Pilkada Serentak Disorot di Webinar DPD RI, Fachrul: Pilkada Ditengah Pandemi Adalah Ancaman Bagi Kedaulatan Rakyat
Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi (baju hitam). (Aljawahir/Trans89.com)
.

JAKARTA, TRANS89.COM – Pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahun 2020, tengah menjadi salah satu sorotan publik yang menuai banyak protes dari berbagai pihak.

Bagaimana tidak, pemerintah bersama Komisi II DPR RI dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta Bawaslu memutuskan untuk tetap menyelenggarakan pilkada serentak pada 9 Desember 2020 nanti setelah beberapa kali mengalami penundaan meskipun pandemi Covid-19 di Indonesia belum menunjukkan pelandaian.

Hal ini menjadi sorotan dalam seminar online (webinar) dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) ke -16 dan Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) ke 54.

Momentum HUT DPD RI dan KAHMI salah satunya dilaksanakan dalam bentuk mengadakan webinar bersama dengan tema, ‘jalan selamat pilkada serentak dimasa pandemi Covid-19’, diikuti ratusan audience dari suluruh Indonesia melalui aplikasi zoom meeting pada Rabu malam, 7 Oktober 2020.

Seminar online menghadirkan Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti sebagai keynote speaker dengan narasumber menghadirkan Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi, Siti Zuhro (Presidium MN KAHMI), Zulfikar Arse Sadikin (Komisi II DPR RI), TB Massa Djafar (Ketua Program Doktor Ilmu Politik UNAS), dipandu oleh moderator Manimbang Kahariady (Sekretaris Jenderal MN KAHMI), dimana seminar berjalan menarik secara daring.

Fachrul Razi mengatakan, pelaksanaan pilkada ditengah pandemi mencoreng nilai-nilai dan substansi demokrasi dan cukup mengkhawatirkan ditengah masyarakat yang was-was terinfeksi Covid-19 serta jumlah korban pandemi Covid yang semakin meningkat tajam.

“Saat ini Komite I DPD-RI tetap menghargai langkah pemerintah dan KPU yang tetap bersikeras melaksanakan tahapan pilkada 2020 di tengah pandemi, namun sikap Komite I DPD-RI tetap belum berubah sejak awal, tetap meminta pemerintah dapat mempertimbangkan pelaksanaan pilkada dan berharap dapat ditunda hingga tahun 2021,” kata Fachrul.

Fachrul yang merupakan Senator asal daerah pemilihan (Dapil) Aceh ini menyampaikan, pelaksanaan pilkada ditengah pandemi adalah sebuah tindakan yang mengotori demokrasi, karena keselamatan rakyat Indonesia lebih penting dan harus menjadi prioritas dibandingkan proses perebutan kekuasaan di tengah pandemi.

“Demokrasi Indonesia sedang tidak baik-baik saja, dan pilkada di era pandemi merupakan sejarah pilkada yang menggeser kekuatan politik rakyat menjadi demokrasi elit. Kita benar-benar dihadapkan pada pandemi dalam demokrasi, dimana praktek money politik, dinasti politik, calon tunggal dan ketidaknetralan ASN merupakan virus yang membunuh demokrasi,” papar Fachrul.

Dirinya mengingatkan, demokrasi harus membawa kedaulatan bagi sipil, bukan melanggengkan kekuasaan politik elit, dimana demokrasi yang dipraktekkan secara oligarki akan menggiring Indonesia menuju the failed of state atau the lost of State (gagal negara atau hilang negara), serta rakyat kehilangan kedaulatannya.

“Saya menyatakan bahwa dua hal yang terjadi saat ini di Indonesia adalah pertama pandemi Covid-19 dan yang kedua pandemi dalam demokrasi yang mengorbankan rakyat demi kekuasaan. Pelaksaan pilkada ditengah pandemi adalah ancaman bagi kedaulatan rakyat,” tegas Fachrul.

Ia mengemukakan, sejarah akan mencatat pelaksanaan pilkada kali ini adalah yang terburuk, karena dilakukan ditengah wabah pandemi Covid-19.

“Namun para penguasa malah mengangkangi hak demokrasi rakyat yang menjadi sebuah pandemi dalam demokrasi yang sangat tidak menguntungkan rakyat Indonesia, baik secara politik maupun keselamatan,” ujar Fachrul.

Menurutnya, suara Komite I DPD-RI tetap sejalan dengan suara dan aspirasi publik diluar sana, yaitu menolak pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19.

“Selama 3 bulan terakhir kami intens mengikuti suara publik dan memperjuangkannya seperti melakukan pertemuan dengan KPU dan meminta KPU untuk menunda pilkada, bahkan DPD-RI sudah mengatakan kepada Presiden untuk mendengarkan aspirasi rakyat di daerah yang meminta pilkada ditunda,” tutur Fachrul.

Lanjut Fachrul, jika pilkada 2020 tetap berjalan, maka seluruh anak bangsa baik DPD-RI, KAHMI dan elemen lainnya harus secara bersama-sama mengawasi jalannya proses tersebut, karena hal ini begitu penting, sebab sedikit saja terdapat pelanggaran baik dari segi protokol kesehatan dan pelanggaran aturan kampanye, maka pada ujungnya rakyatlah yang akan merasakan dampaknya.

“Banyak fakta yang kita lihat selama ini mengapa pilkada harus ditunda dan diawasi secara bersama-sama terkait persoalan tahapan kampanye yang berpotensi melanggar ketentuan protokol kesehatan, dan juga persoalan netralitas ASN di daerah, karena di beberapa daerah yang akan melaksanakan tahapan pilkada 2020 dengan mayoritas memunculkan kandidat yang berasal dari petahana dan dinasti politik petahana,” terang Fachrul yang juga kader HMI asal UI Depok dan kader HMI Aceh ini. (Alja/Nis)

Trans89.com adalah media online yang
menyajikan berita terbaru dan populer, baik hukum, kriminal, peristiwa, politik, bisnis, entertainment, event serta berita lainnya