Aliansi Rakyat Tolak Omnibus Law Depan Kantor DPRD Kota Malang

19 July 2020 00:29
Aliansi Rakyat Tolak Omnibus Law Depan Kantor DPRD Kota Malang
Mahasiswa tergabung di Aliansi Rakyat Tolak Omnibus Law unjuk rasa tolak RUU Omnibus Law depan kantor DPRD Kota Malang Jalan Tugu, Kota Malang, Jatim. (Adhitya/Trans89.com)
.

MALANG, TRANS89.COM – Sejumlah mahasiswa tergabung di Aliansi Rakyat Tolak Omnibus Law dipimpin Farhan unjuk rasa tolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law depan kantor DPRD Kota Malang Jalan Tugu, Kota Malang, Jawa Timur (Jatim), Kamis (16/7/2020).

Massa aksi membawa spanduk bertuliskan, tolak Omnbus Law, cabut sepihak 4 mahasiswa untuk tertentu, sahkan RUU PKS, tolak otonomi khusus (Otsus) jilid II Papua, hak menentukan nasib sendiri, boikot AICE, gratiskan UKT dan SPP di masa pandemi, tolak politik upah murah, stop kriminalisasi dan seluruh aktivis prodemokrasi, berikan hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi dokumentasi untuk rakyat West Papua (Papua Barat).

Orasi Farhan menolak RUU Omnbus Law karena sudah meresahkan masyarakat kecil. Maka dari itu, kita yang di sini yang mengerti harus melawan dan untuk pelanggaran-pelanggaran HAM di wilayah Papua sampai dengan saat ini masih belum ada tindakan dan kita harus melawan.

“Indonesia saat ini bekerjasama dengan Amerika dengan kepentingan perseorangan tidak untuk kepentingan masyarakat Indonesia. Tarik militer dari seluruh tanah West Papua. Stop kriminalisasi terhadap aktivis prodemokrasi,” tegas Farhan.

Massa aksi juga membagikan selebaran dan dibacakan Farhan menyampaikan, hari ini rakyat Indonesia diperhadapkan dengan situasi ekonomi dan politik yang tidak menentu dan kebijakan-kebijakan yang tidak pro terhadap rakyat dengan adanya upaya pengesahan RUU Omnibus Law yang merupakan salah satu bukti negara yang semakin takluk pada kuasa modal sampai harus merugikan kepentingan orang banyak.

“Pemerintah Indonesia terus mengebut untuk membahas RUU Omnibus Law yang akan disahkan hari ini yang mana memberikan keleluasaan kepada para investor untuk berinvestasi mengeruk kekayaan alam dan merusak lingkungan,” papar Farhan.

Menurut dia, RUU Omnimbus Law Cipta Kerja juga dikatakan bahwa hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerjaan buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja waktu tidak tentu, dan itu tentu berbeda dengan pasal mengenai outsourcing yang tertera di UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan buruh.

“Outsourcing tidak boleh dipekerjakan untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan produksi. Misalnya dalam pasal 66 UU Nomor 3 Tahun 2003 ketenagakerjaan berbunyi, pekerjaan atau buruh dari perusahaan penyediaan jasa kerja atau buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi,” tutur Farhan.

Ia menyebutkan, dampaknya terhadap sektor pendidikan memacu persaingan yang mengikuti logika pasar berorientasi mencari keuntungan atau laba yang menyebabkan biaya pendidikan yang semakin mahal apabila situasi pandemi Covid-19 dengan penerapan kebijakan pemerintah PSBB menjaga cara atau menghindari keramaian yang mengharuskan masyarakat termasuk mahasiswa untuk tetap dirumah, sehingga aktivitas dialirkan melalui jaring atau online dan jika keluar hanya untuk hal-hal yang penting.

“Pembelajaran online atau daring memaksa mahasiswa pembentukan kuota dalam jumlah besar. Mahasiswa juga tidak menggunakan fasilitas kampus sehingga biaya-biaya operasional mengalami penurunan seharusnya pemerintah harus mengantisipasi dan biaya SPP atau UKT selama pandemi,” sebut Farhan. (Adhitya/Nis)

Trans89.com adalah media online yang
menyajikan berita terbaru dan populer, baik hukum, kriminal, peristiwa, politik, bisnis, entertainment, event serta berita lainnya