Universitas Janabadra Yogyakarta Bergerak Tolak Omnibus Law Untuk Nusa dan Bangsa

21 October 2020 00:42
Universitas Janabadra Yogyakarta Bergerak Tolak Omnibus Law Untuk Nusa dan Bangsa
Mahasiswa dari Universitas Janabadra Bergerak aksi damai berjuang untuk nusa dan bangsa menolak Omnibus Law berlangsung di perempatan Balaikota Jalan Ipda Tut Harsono, Muja Muju, Umbulharjo, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta. (Rafli Hamka/Trans89.com)
.

YOGYAKARTA, TRANS89.COM – Mahasiswa dari Universitas Janabadra (UJB) Bergerak dipimpin Fransiskus Xaverius aksi damai berjuang untuk nusa dan bangsa menolak Omnibus Law berlangsung di perempatan Balaikota Jalan Ipda Tut Harsono, Muja Muju, Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, Selasa (20/10/2020).

Massa aksi membawa spanduk dan poster bertuliskan, Omnibus Law produk hukum siluman, Undang-Undang lebih kejam daripada undangan pernikahan mantan, #mositidakpercaya, #tolakomnibuslaw, pemerintah makin kesini kok makin ngawur, Janabadra bergerak.

Massa aksi berjalan dari Kampus UJB Jalan Timoho menuju ke DPRD kemudian ke perempatan Balaikota Kota Yogyakarta.

Fransiskus Xaverius membacaka press release menyampaikan, Omnibus Law produk hukun siluman, mengapa demikian, tentu untuk menjawab pertanyaan ini ada beberapa hal yang penting untuk kita ketahui terlebih dahulu tentang Omnibus Law itu sendiri.

“Secara historis, tercatat praktik Omnibus Law muncul pertamakali di Amerika Serikat pada tahun 1888. Sebutan yang digunakan adalah Omnibus Bill. Seiring berjalannya waktu pada tahun 1967, rancangan metode ini menjadi populer,” papar Fransiskus.

Menurut dia, saat itu Menteri Hukum Amerika Serikat, Piere Trudeau mengenalkan criminal law amandement bill (RUU amandemen hukum pidana) yang isinya mengubah UU hukum pidana dan mencakup banyak isu.

“Itulah kenapa Amerika Serikat menjadi salah satu negara yang pertamakali menerapkan metode tersebut dengan menganut tradisi sistem hukum common law (hukum umum) Anglo Saxon,” tutur Fransiskus.

Ia menjelaskan, latar belakang Omnibus Law diterapkan adalah kondisi peraturan Perundang-undangan yang hyper regulation, menerapkan gagasan revolusi hukum, mempercepat tercapainya idea kemajuan ekonomi.

“Tujuannya menyederahanakan atau merampingkan, meresponsifkan hukum (law developed as society developed), dimana regulasi ini sebagai pendongkrak ekonomi dalam arti memeperbanyak lapangan kerja, kemudahan investasi, perizinan yang mudah. Demikian sekilas perkenalan metode Omnibus Law,” jelas Fransiskus.

Dirinya mengemukakan, Omnibus Law yang disahkan secara siluman pada tanggal 5 Oktober 2020 lalu menuai kritik dari banyak kalangan, karena proses yang tergesa-gesa dan menabrak prinsip pembuatan UU.

“Hal ini bukan saja bertentangan dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang diamanatkan oleh UU Nomor 12/2011, tetapi juga menabrak tata tertib (tatib) DPR Nomor 2/2020 tentang pembentukan UU,” ujar Fransiskus.

Fransiskus menyebutkan, ketidakjelasan mulai dari surat undangan pembahasan RUU Omnibus Law membuat para anggota DPR kebingungan dan bertanya-tanya, ditambah dengan rapat membagikan draf RUU Cipta Kerja membuat seluruh umat manusia dimuka bumi nusantara bertanya-tanya tentang draf apa yang disahkan di sidang paripurna.

“Adapun cacat prosedur yang dimaksud, perancangan, pembahasan, pengesahan, pengundangan menabrak ketentuan UU nomor 12 tahun 2011 jo UU Nomor 15 tahun 2019 dan tertuang dalam ketentuan pasal 5 terkait asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yaitu (1) asas kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan, (2) asas dapat dilaksanakan, (3) asas kejelasan rumusan, (4) asas keterbukaan, (5) asas kedayagunaan dan kehasilgunaan,” sebutnya.

Lanjut Fransiskus, ketidakjelasan perubahan atau penambahan pasal, ayat merupakan kejahatan legislasi yang menabrak tatib DPR Nomor 2 tahun 2020 Pasal 65 Ayat (5) menyatakan RUU yang telah disetujui dalam rapat Badan Legislasi (Banleg) dianggap telah pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU.

“Pasal 75 menambahkan RUU yang diserahkan ke pimpinan DPR adalah versi yang sudah menjalani tahap pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan. Dan Pasal 76 menegaskan dokumen ini juga yang diteruskan pimpinan DPR RI kepada Badan Musyawarah (Bamus) untuk memperoleh penjadwalan paripurna. Baca selengkapnya di artikel ‘Skandal DPR dan Pemerintah Jokowi mengesahkan RUU Cipta Kerja https://tirto.id/F5UX,” tambahnya. (Rafli/Nis)

Trans89.com adalah media online yang
menyajikan berita terbaru dan populer, baik hukum, kriminal, peristiwa, politik, bisnis, entertainment, event serta berita lainnya