Kewenangan Bawaslu Dalam Pelanggaran ASN Pra Penetapan Cakada

21 January 2020 02:29
Kewenangan Bawaslu Dalam Pelanggaran ASN Pra Penetapan Cakada
Kordiv HPP dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kabupaten Pasangkayu, Bawaslu. (Trans89.com)
.

Oleh : Syamsudin
Kordiv HPP dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kabupaten Pasangkayu

APARATUR Sipil Negara atau yang dikenal ASN sering terilbat atau melibatkan diri dalam setiap kontestasi pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota maupun Pemilihan Umum (Pemilu) legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden, karena momentum tersebut sarat dengan kepentingan.

Padahal seorang ASN telah diatur oleh sejumlah regulasi dan peraturan perundang-undangan (UU), agar ASN tetap bekerja secara professional dan netral menjaga dirinya sebagai abdi masyarakat untuk melayani kepentingan masyarakat.

UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN telah menjabarkan secara jelas, Pasal 1 ayat (1) yang dimaksud ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. ASN wajib berpegang teguh pada asas netralitas sebagaimana diatur dalam Pasal 2 huruf f peraturan ini. Selanjutnya,

ASN tidak hanya dituntut netral dari berbagai aspek berkenaan dirinya, tetapi juga harus menjaga etika sikap dan etika perilaku, baik dalam melaksanakan tugas kedinasan maupun kehidupan sehari- hari dalam rangka bernegara, penyelenggaraan pemerintahan, berorganisasi, bermasyarakat, serta terhadap diri sendiri serta sesama PNS, dalam rangka menjaga wibawa dan kehormatan ASN itu sendiri.

Namun sebelum kita masuk kepada kewenangan Bawaslu menangani netralitas dan kode etik PNS pada kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun2020, kita harus mengerti dulu apa itu netralitas?.

Netralitas adalah wujud dari suatu sikap atau tindakan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun, tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Hal itu juga diatur dalam Peraturan Bawaslu Nomor 6 tahun 2018 tentang pengawasan netralitas pegawai ASN, anggota Tentara Nasional Indoensia (TNI), dan anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) Pasal 1 ayat (14).

Makna dari netralitas PNS memang sangat luas dibanding dengan yang dinamakan sikap dan perilaku PNS, karena netralitas tidak hanya mengatur soal disiplin, tetapi juga kode etik dan kode perilaku PNS.

Jika kedua hal tersebut dikaitkan, maka pelanggaran kode etik dan kode perilaku sama saja dengan melanggar netralitas, karena netralitas adalah bagian dari disiplin, kode etik dan kode perilaku.

Menurut pandangan Menteri Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) serta Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) terkait regulasi soal ASN, seperti UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2004 tentang pembinaan jiwa korps dan kode etik PNS dan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS melalui beberapa surat edaran (SE) pada Pilkada atau Pemilu sebelumnya, bertujuan memastikan ASN ataupun PNS terhindar dari kegiatan-kegiatan/aktivitas politik atau yang mengarah kepada keberpihakan atau konflik kepentingan, baik sebelum, sedang dan sesudah penyelenggaraan Pilkada.

Artinya, bukan mustahil seorang ASN atau PNS tidak melakukan pelanggaran netralitas dan pelanggaran kode etik masa menjelang Pilkada.

Lalu dimana ruang Bawaslu melakukan penindakan terhadap dugaan pelanggaran netralitas dan kode etik PNS menjelang Pilkada atau pra penetapan calon?.

Sejumlah elemen masyarakat termaksud, politikus dan pemerhati pemilihan atau Pemilu bisa saja berbeda pendapat soal legal standing Bawaslu dalam konteks penanganan pelanggaran netralitas ASN sebelum dilakukan penetapan calon kepala daerah (Cakada) dan calon wakil kepala daerah (Cawakada).

Merujuk kepada sejumlah regulasi terkait ASN dan Pilkada, tidak ada alasan bagi Bawaslu untuk diam menunggu ditetapkannya calon baru kemudian melakukan penindakan, sebab potensi pelanggaran netralitas dan kode etik PNS pada kontestasi Pilkada tahun 2020 tak terbendung dan dapat mengancam tatanan demokrasi di negara kita yang sudah susah payah dibangun sejak tahun 1955 silam oleh pendahulu kita.

Terhadap kode etik dan kode perilaku ASN, merupakan bagian dari netralitas, maka pelanggaran kode etik dan kode perilaku adalah merupakan pelanggaran netralitas.

Jika terjadi adanya persitiwa sebagaimana disebutkan diatas, maka kewenangan Bawaslu melakukan proses penindakan tidak hanya diatur didalam tugas, wewenang dan kewajiban sebagaimana UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota, tetapi juga secara teknis diatur di dalam Peraturan Bawaslu Nomor 6 tahun 2018 tentang pengawasan netralitas PNS, anggota TNI dan anggota Polri, Pasal 7 ayat (1) yang berbunyi, penanganan dugaan pelanggaran terhadap netralitas pegawai ASN, anggota TNI dan Polri berasal dari: a) Temuan; dan b) Laporan, pada setiap tahapan penyelenggaraan Ppemilihan dan Pemilu.

Artinya, tahapan penyelenggaraan pemilihan Tahun 2020 telah masuk pada 1 Oktober 2019 lalu setelah dilakukan penandatanganan Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).

Oleh karenanya, Bawaslu telah dapat melakukan penanganan dugaan pelanggaran berkaitan netralitas ASN pada setiap tahapan, baik tahapan persiapan penyelenggaraan maupun tahapan pelaksanaan penyelenggaraan Pilkada. (*)

Trans89.com adalah media online yang
menyajikan berita terbaru dan populer, baik hukum, kriminal, peristiwa, politik, bisnis, entertainment, event serta berita lainnya