HMI Desak Gubernur Maluku Minta Maaf Atas Pernyataannya

11 August 2021 17:09
HMI Desak Gubernur Maluku Minta Maaf Atas Pernyataannya
HMI Cabang Ambon unjuk rasa di perempatan Pos Kota Jalan Sultan Hairun, Sirimau Kota Ambon, Maluku. (Rian Cakra/Trans89.com)
.

AMBON, TRANS89.COM – Puluhan mahasiswa tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ambon unjuk rasa menganggap pemerintah gagal dalam pemenuhan hak-hak warga Indonesia.

Aksi dipimpin Firdaus Aray berlangsung di perempatan Pos Kota Jalan Sultan Hairun, Sirimau Kota Ambon, Maluku, Senin (9/8/2021).

Orasi Firdaus Aray mengatakan, sehubungan dengan menjelang dua tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo di periode keduanya dan dua tahun lebih kepemimpinan Gubernur Maluku, Murad Ismail disambut dalam krisis ekonomi akibat pandemic Covid-19.

“Pemerintah telah gagal menangani krisis tersebut yang berdampak kepada masyarakat Indonesia yang semakin sengsara sampai hak-hak mereka tidak terpenuhi lagi,” kata Firdaus.

Ia meminta kepada pihak penegak hukum terkhusus Polresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease agar segera membebaskan saudara kami Risman Solissa yang sementara di tahan di Polresta P Ambon dan Pp Lease dengan tuduhan melanggar Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Hukum sekarang tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku, dimana masyarakat menyampaiakan aspirasi dimuka umum dianggap melanggar hukum. Apakah hal tersebut sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku di negara Indonesia ini,” terang Firdaus.

Menurutnya, Murad Ismail (Gubernur) kami anggap gagal dalam membangun kemajuan di Provinsi Maluku, karena tidak ada kemajuan yang kita banggakan di Maluku, akan tetapi hanya mementingkan kepentingan pribadi saja.

“Kebijakan yang dikeluarkan Gubernur Maluku, Murad Ismail sangat gagal total, karena kebijakan yang dikeluarkan sangat merugikan masyarakat Maluku,” tutur Firdaus.

Dirinya menyatakan, Gubernur Maluku harus mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan, sehingga kebijakan tersebut bisa menguntungkan masyarakat Maluku.

“Sang pengusa di Provinsi Maluku sekarang ini sedang terjadi krisis moral, karena beberapa kali Aliansi Mahasiswa melaksanakan aksi, Gubernur Maluku tidak bersedia menemui peserta aksi untuk mendiskusikan permasalahan dengan para peserta aksi,” ujar Firdaus.

Kata Firdaus, Gubernur Maluku hanya memerintahkan sekertarisnya untuk menemui para peserta aksi, sehingga kami yakin bahwa Gubernur Maluku tidak memiliki modal untuk mendiskusikan suatu permasalah dengan para peserta aksi.

“Kami anggap Murad Ismail tidak pantas menjadi Gubernur Maluku, karena beberapa hari yang lalu saat sedang menghadiri kegiatan dengan menyampaikan pidato yang tidak pantas disampaikan oleh seorang pemimpin yang menyindir beberapa kelompok dengan menyebut kaskadu (kurap),” katanya.

Poin tuntutan massa aksi, Firdaus meminta pemerintah harus lebih bersimpati dan berempati terhadap penderitaan rakyat selama pandemi.

“Penyelenggaraan pemerintahan harus mengedepankan keperihatinan, juga sikap yang hati-hati dalam menyampaikan pendapat serta merespon keresahan kami. Jangan dijadikan bahan bercanda ataupun sebagai penghinaan. Kami hendak berpartisipasi aktif turut serta membangun peradaban Indonesia berkeadilan sosial bagi seluruh warga negara,” tegas Firdaus.

Ia menegaskan, pemerintah untuk segera memperbaiki sistem dan standar penanganan maupun pengelolaan ketertiban serta keamanan masyarakat selama Covid-19, supaya tidak terjadi ketakutan, kebingungan, ketidakpastian serta keresahan masyarakat.

“Kami menyadari bahwa adanya keterbatasan sumber daya selama Covid, namun berikan masyarakat juga kepastian akan kebijakan transisi yang dapat mengakomodir secara merata kebutuhan dan kepentingan masyarakat,” pinta Firdaus.

Firdaus menyampaikan, Risman Solissa adalah Kader HMI Cabang Ambon dan aktivis kemanusian yang tak pantas diperlakukan layaknya pelaku kejahatan luar Biasa. Olehnya itu, kami meminta agar saudara Risman Segera dibebaskan demi menjaga stabilitas kehidupan berdemokrasi di Maluku.

“Kami meminta pemerintah untuk memberikan jaminan kebebasan di ruang publik bagi warga negara mengingat selama Covid. Hak untuk mengemukakan pendapat, berekspresi dan berkumpul merupakan hak-hak yang di jamin oleh Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia,” paparnya.

Dirinya juga mengungkapkan, kritik dan saran dari masyarakat bukanlah usaha menimbulkan instabilitas atau bahkan kejahatan. Usaha untuk menyampaikan pendapat merupakan pertimbangan juga partisipasi kami sebagai rakyat.

“UU nomor 19 tahun 2016, tentang ITE harus direvisi mengingat telah menjadi senjata untuk memukul kebebasan juga merawat pemidanaan yang tidak adil,” ungkapnya.

Firdaus meminta segera revisi atau cabut Peraturan Menteri (Permen) nomor 5 tahun 2020, tentang penyelenggara sistem elektronik lingkup privat yang membatasi ekspresi sebagai pengguna platform media elektronik maupun media sosial (medsos).

“Kami juga meminta kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku untuk segera mengusut tuntas dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) pada pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional di Provinsi Maluku,” pintanya.

Lanjut Firdaus mendesak agar Gubernur Maluku segera meminta maaf kepada seluruh mahasiswa dan aktivis pergerakan di Kota Ambon atas pernyataannya.

Sambung Firdaus, ‘bahwa jangan terpengaruh oleh Kaskadu-kaskadu yang cuman berapa ekor saja tapi selalu buat rusuh. Sekali-sekali masyarakat Maluku kompak pukul mereka sampai tai kaluar dari panta atau gantung mereka lalu buang ke laut’.

“Itu sebuah pernyataan yang jauh dari etika dan adab komunikasi publik sebagai seorang kepala daerah yang memimpin Maluku,” ungkap Firdaus. (Rian/Nis)

Trans89.com adalah media online yang
menyajikan berita terbaru dan populer, baik hukum, kriminal, peristiwa, politik, bisnis, entertainment, event serta berita lainnya