Warga OAP Meninggal Akibat Miras Oplosan di Jayapura, Lakukan Tuntutan di Polres Sorong Kota

11 August 2022 16:06
Warga OAP Meninggal Akibat Miras Oplosan di Jayapura, Lakukan Tuntutan di Polres Sorong Kota
Puluhan massa dari Aliansi Rakyat Papua, Imeko Sorong Raya, BEM-UM Sorong, PMKRI Sorong unjuk rasa di Polres Sorong Kota, Jalan Ahmad Yani, Kota Sorong, Papua Barat. (Aditya Wijaya/Trans89.com)
.

SORONG, TRANS89.COM – Puluhan massa dari Aliansi Rakyat Papua, Imeko Sorong Raya, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah (BEM-UM) Sorong, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Sorong unjuk rasa terkait meninggalnya warga Kota Sorong akibat minuman keras (miras) oplosan di Jayapura pada tanggal 23 Mei 2022, menelan Korban 7 anak Papua dari Suku Imeko, Biak, Serui dan Bintuni.

Aksi dipimpin Petrus Hae dan Izac Yable serta Kepala Suku Besar Imekko se- Tanah Papua Frist Bodory berlangsung di Polres Sorong Kota, Jalan Ahmad Yani, Kota Sorong, Papua Barat, Kamis (11/8/2022).

Massa aksi membawa spanduk bertuliskan, Papua bukan tempat pembantaian, Koalisi Aliansi masyarakat Suku Besar Imeko Sorong Raya dan BEM UM Sorong serta PMKRI Kabupaten dan Kota Sorong menuntut keadilan. Pemerintah Kota Sorong segera ungkapkan perijinan miras oplosan, obat, etanol dan bahan lainnya yang digunakan untuk membuat minuman oplosan. Pemerontah Kota Sorong segera menutup ruang miras yang masuk keluar dari luar Papua yang saat ini beredar di Kota Sorong. Pemerintah Kota Sorong menipu 6 keluarga korban terkait santunan sebagai peredam keluarga yang berduka.

Sementara pamflet bertuliskan, kami meminta dengan tegas tutup semua program perjudian dan miras di tanah Papua, program miras oplosan, program judi bola guling, program judi togel dan program prostitusi. Korban miras oplosan yang terjadi pada tanggal 23 Mei 2022 di Jayapura 6 orang korban nyawa dan 1 orang selamat. Papua bukan tempat pembantaian tuntut tuntas program miras oplosan di atas tanah Papua yang menelan korban nyawa orang asli Papua.

Orasi Izak Yable mengatakan, tujuan kami datang adalah untuk mempertanyakan proses penanganan penyelesaian permasalahan tindak pidana pembunuhan manusia Papua melalui miras oplosan terjadi di Jayapura pada tanggal 23 Mei 2022, sehingga menelan korban 7 anak papua dari suku Imeko, Biak, Serui dan Bintuni.

“Hari ini kita melihat adanya ketidakadilan yang terjadi di atas tanah dan orang Papua, hal ini merupakan proses genosida bangsa Papua. Bapak Hendrik Sitorus diduga pembunuh ptofesional melakukan aksinya secara sturktural,” kata Izak.

Menurutnya, Undang-Undang (UU) telah mengatur dan melindungi setiap warga masyarakat Indonesia yang berada di atas negara ini, tetapi sejauh ini kami belum merasakan keadilan yang dimaksud.

“Kami meminta kepada pihak Polres Sorong Kota maupun Pemerintah Kota Sorong agar segera menuntaskan permasalahan ini,” tutur Izak.

Frits Bodory meminta agar penyelesaian permaslahan ini segera diselesaikan secara transparan, jangan ada tebang pilih terhadap tindak pidana yang terjadi.

“Hukum sesuai UU, kami menghargai setiap proses yang dilaksanakan, tetapi kami menuntut agar cepat di selesaikan masalah ini. Adapun hukum murni kami sangat hargai, tetapi hukum adatpun harus tetap dilaksanakan,” pinta Frits.

Feri Onim mempertanyakan siapa yang melindungi Hendrik Sitorus, dimana penyebaran minuman oplosan tidak hanya di Jayapura, tetapi juga ada di Kota Sorong dan sudah ada sejak dahulu tetapi tidak ada penanganan serius.

“Kami telah meminta Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Polda Papua untuk mengikuti perkembangan permasalahan ini, tetapi sampai saat ini tidak ada kelanjutan,” terang Onim.

Ia menyatakan, Hendrik Sitorus harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati pada tanggal 14 Juli 2022 dengan mebayar ganti rugi sebesar Rp5 miliar perkepala.

“Kami tidak memihak kepada siapapun, kami tidak mendiskriminasikan masyarakat Batak maupun suku lain, tetapi ini bentuk kepedulian kami terhadap keadilan,” ujar Onim.

Tanggapan Kapolres Sorong Kota, AKBP Johannes Kindangen menyampaikan, masalah Hendrik Sitorus permasalahannya telah ditangani oleh Polda Papua dan sudah ada penetapan Hendrik Sitorus sebagai tersangka.

“Sesuai tuntutan sudah dijawab oleh Walikota Sorong dan telah dirapatkan dengan kepala-kepala suku,” papar Johannes.

Menurutnya, terkait kasus di rumah Hendrik Sitorus, kami sudah mengamankan semua barang bukti, tetapi yang kami mau saat ini adalah kehadiran saksi-saksi untuk hadir.

“Saudara meminta proses hukum, kami dari Polres Sorong Kota telah memenuhinya dengan bekerja sama dengan Polres Jayapura,” tutur Johannes.

Ia menyebutkan, kami telah berupaya semaksimal mungkin untuk menangani proses penyelesaian permasalahan ini.

“Kalau ada yang bersedia untuk menjadi saksi, hari ini juga saya langsung lakukan berita acara pemeriksaan (BAP) untuk membantu kalian dalam mempercepat proses penyelesaian permasalahan ini,” sebut Johannes.

Dirinya mengungkapkan, kalau saudara minta kasus ini segera diselesaikan secara transparan, maka segera hadirkan saksi untuk kita proses.

“Kami mengetahui proses hukum yang berlaku, bahkan untuk menjadikan Hendrik Sitorus sebagai tersangka, saya sudah lakukan,” ungkapnya.

Sementara Feri Onim mempertanyakan perijinan dari Pemerintah Kota Sorong terkait perijinan minuman keras.

“Sesuai penyampaian santunan yang disampaikan oleh Bapak Walikota Sorong, sampai saat ini belum terealisasikan. Kami juga akan ke Pemerintah Kota Sorong untuk mempertanyakan kejelasan persolan ini,” tanya Onim.

Kembali Kapolres Johannes menyampaikan, proses hukum akan tetap kami laksanakan sesuai UU yang berlaku.

“Di mata hukum tidak ada tebang pilih, siapa yang bersalah harus diadili. Segera hadirkan saksi untuk mempercepat proses penyelesaian permasalahan ini,” paparnya.

Pembacaan tuntutan oleh Petrus Hae menyampaikan, pihak penegak hukum segera mengungkap semua barang bukti obat-obat yang disita dari dalam rumah Hendrik Sitorus yang belum diketahui selain etanol.

“Kepolisian segera mengusut tuntas siapa pendistribusian obat etanol yang berjumalah banyak tanpa resep dokter secara bebas terhadap Hendrik Sitorus untuk membuat minuman oplosan yang menelan korban anak-anak adat asli Papua,” papar Hae.

Ia meminta Kapolres Kota Sorong segerah berkumunikasi dengan Polda Papua dan memastikan SPDP Hendrik Sitorus bisa dikirim terhadap keluarga melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kaki Abu.

“Hal itu sebagai bukti proses hukum secara adil-adilnya terhadap 6 korban OAP (orang asli Papua) dari Suku Imekko Bintuni, Biak, Serui, dan semua OAP untuk dapat diketahui,” pinta Hae.

Menurutnya, seharusnya Hendrik Sitorus segera membayar adat nyawa dan korban sebesar Rp5 miliar sesuai hasil pertemuan tanggal 14 Juli 2022 di ruangan Polresta Sorong Kota.

“Hendrik Sitorus dan marga Sitorus segera angkat kaki keluar dari atas tanah Papua atas kejahatan terhadap manusia Papua dan hutan Papua,” tutur Hae.

Hae mengungkapkan, apabila tuntutan tidak dapat diselesaikan secara hukum posotif, maka kami mengambil tindakan melalui hukum adat, nyawa ganti nyawa sesuai dengan berjatuhan korban 6 orang .

“Kami Suku Besar Imekko memberikan waktu dari tanggal 11 Agustus sampai dengan 24 Agustus 2022, dan kami akan cek kembali,” ungkapnya.

Kembali ditangapi Kapolres Johannes mengatakan, tuntutan ini akan kami tindak lanjuti, kami meminta agar percayakan kepada kami proses penyelesaian permasalahan ini.

“Kedepan, apabila ada permasalahan seperti ini jangan segera mengambil keputusan melakukan tindakan, tetapi koordinasikan dahulu kepada kami (aparat kepolisian) agar jelas,” imbuhnya. (Aditya/Nis)

Trans89.com adalah media online yang
menyajikan berita terbaru dan populer, baik hukum, kriminal, peristiwa, politik, bisnis, entertainment, event serta berita lainnya