Kementerian Kelautan Perikanan Kembangkan Outlet Pentokolan Benur Udang Windu

14 February 2023 00:01
Kementerian Kelautan Perikanan Kembangkan Outlet Pentokolan Benur Udang Windu
Ilustrasi udang windu. (IST)
.

JEPARA, TRANS89.COM – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB), Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara gencar pengembangan udang windu.

Dalam pengembangan benur (benih) udang windu ini, BBPBAP Jepara melalui pengembangan outlet pentokolan, terutama di tambak-tambak tradisional di pantai utara (Pantura) Jawa Tengah dan Jawa Timur serta Kalimantan Utara dan Kalimantan Barat.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tebe Haeru Rahayu mengatakan, sejak tahun 2022 lalu, BBPBAP Jepara mengembangkan inovasi pentokolan benih udang windu dengan membangun outlet pentokolan di kawasan budidaya udang windu.

“Hingga saat ini setidaknya terdapat sebanyak 5 outlet pentokolan, seperti di Kabupaten Brebes, Sidoarjo, Gresik, Kalimantan Barat, dan Kota Tarakan, Kalimantan Utara,” kata Tebe dalam keterangan tertulisnya dikutip, Senin (13/2/2023).

Ia menjelaskan, keberadaan outlet tersebut secara langsung berdampak signifikan terhadap produktivatas budidaya udang windu di kawasan itu dan akan jadi model pengembangan di daerah lainnya.

“Komoditas udang windu juga menjadi fokus perhatian KKP. Oleh karena itu, kami segera memetakan strategi pengembangannya,” jelas Tebe.

Ia meminta UPT BBPBAP Jepara untuk mendorong pengembangan udang windu ini, mulai dari ketersediaan benih bermutu, hingga pengembangan budidayanya di masyarakat.

“Inovasi pengembangan outlet pentokolan harus didorong secara masif di berbagai daerah, sebagai upaya merevitalisasi tambak tradisional,” pinta Tebe.

Sementara Kepala BBPBAP Jepara, Supito menyatakan, kami punya tanggung jawab besar bagaimana mengembalikan kejayaan udang windu selama beberapa dekade terakhir masih terpuruk khususnya di Pantura Jawa, padahal udang windu adalah udang asli Indonesia.

“Tim kami berpikir keras supaya usaha udang windu ini bisa memasyarakat lagi. Kesimpulannya perlu ada revitalisasi dari sisi manajemen produksi. Artinya bagaimana produktivitas naik dan memberikan keuntungan lebih tinggi bagi pembudidaya (petani),” ujar Supito.

Dirinya menyampaikan, bahwa masalah utama tambak tradisional adalah kualitas lingkungan budidaya, seperti terjadinya pembusukan dasar tambak, sehingga menyebabkan survival rate (SR) rendah yang akhirnya berdampak pada produksi yang rendah juga.

“Oleh karena itu, perlu pengendalian dengan aplikasi probiotik lactobacilus dan penggunaan benih berkualitas dan adaptif,” papar Supito.

Ia mengemukakan, adapun benih yang digunakan adalah ukuran tokolan (panjang minimal 1,2 cm) dari outlet pentokolan di dekat lokasi tambak.

“Salah satu kelebihan menggunakan benih hasil pentokolan yakni bisa lebih awal memprediksi SR,” terang Supito.

Artinya, kata Supito, sejak awal akan diketahui kejadian atau masalah yang muncul dalam waktu 1-2 minggu, karena umur pentokolan hanya selama 1-2 minggu, sehingga lebih mudah dalam melakukan risk management.

“Dari aspek bisnis, dengan sistem pentokolan ini lebih efisien dibandingkan dengan tebar benur langsung,” katanya.

Supito mengungkapkan, jika kita menggunakan benur langsung (ukuran panjang 10 mm) dengan harga per ekor rata-rata sampai lokasi tambak sekitar Rp30 per ekor, tetapi SR-nya hanya 10%, secara ekonomi sebenarnya harga benih yang dibeli mencapai Rp300 per ekor.

Sambung Supito, tapi kalau kita menggunakan tokolan (ukuran panjang minimal 1,2 cm) dengan harga misalkan Rp60 per ekor, dengan target SR misalkan 50%, maka harga benih sebenarnya hanya sekitar Rp120, sebenarnya harga tokolan ini lebih murah dibanding benur dengan tingkat SR sangat rendah.

“Setidaknya ada 5 standar menentukan dalam pengembangan udang windu, yakni benur bebas penyakit, surat keterangan asal benur (SKA), penerapan standar operasional prosedur (SOP) pentokolan, SOP pembesaran dan pendampingan teknis,” ungkapnya.

Terkait masalah benih, kata Supito, pihaknya di tahun ini mulai merancang action plan untuk pemuliaan udang windu dengan menggandeng pakar genetik.

“Kami akan berkolaborasi, dan meminta masukan dari para pakar, sehingga tahun ini sudah ada protokol atau SOP baku untuk pemuliaan udang windu,” katanya.

Salah seorang pembudidaya udang windu di Kabupaten Sidoarjo, Edi Supriyanto mengakui mendapatkan hasil signifikan setelah memakai benur hasil pentokolan.

“Dibanding dengan penebaran sebelumnya yang tidak menggunakan tokolan, setelah menggunaan tokolan panen kali ini jauh mendapatkan hasil yang lebih tinggi. Peningkatannya bisa 100 persen,” ucapnya. (Nis)

Trans89.com adalah media online yang
menyajikan berita terbaru dan populer, baik hukum, kriminal, peristiwa, politik, bisnis, entertainment, event serta berita lainnya