Paripurna Pandangan Fraksi DPRD Pasangkayu Terhadap Enam Ranperda, Ini Yang Jadi Sorotan

01 April 2021 01:44
Paripurna Pandangan Fraksi DPRD Pasangkayu Terhadap Enam Ranperda, Ini Yang Jadi Sorotan
Penandatanagan berita acara paripurna pandangan fraksi terkait enam Ranperda dan LKPj Bupati Pasangkayu tahun 2020, berlangsung di ruang paripurna DPRD Jalan Ir Soekarno, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat. (Ocha/Trans89.com)
.

PASANGKAYU, TRANS89.COM – Wakil Ketua DPRD Pasangkayu Arwi pimpin rapat paripurna pandangan fraksi terkait enam rancangan peraturan daerah (Ranperda) dan laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPj) Bupati Pasangkayu tahun 2020, berlangsung di ruang paripurna DPRD Jalan Ir Soekarno, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat (Sulbar), Rabu (31/3/2021).

Hadir digiat tersebut, Wakil Bupati Pasangkayu Herny Agus, Dandim 1427 Pasangkayu Novyaldi, Kapolres Pasangkayu AKBP Leo H Siagian, Kajari Pasangkayu Muchsin.

Pandangan Umum Fraksi Nasdem, Jurana mengatakan, dari enam Raperda tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW), pelayanan terpadu satu pintu, pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (P4GN), pengembangan pesantren, rumah potong hewan (RPH), dan perubahan nama kabupaten.

“Setelah kami mengkaji ke 6 Ranperda ini, Fraksi Nasdem telah menelaah, identifikasi masalah, manfaatnya bagi penyelenggaraan pemerintahan yang menciptakan tatanan yang baik demi mewujudkan kesejateraan masyarakat serta metode ilmiah untuk mengkaji persoalan ini, maka kami akan menguraikan Ranperda ini agar menjadi masukan yang perlu menjadi perhatian bersama,” kata Jurana.

Menurut dia, Ranperda tentang RTRW untuk mewujudkan sasaran penataan ruang dan penataan pertanahan demi menjaga kelestarian lingkungan hidup, kebijakan pokok yang harus diperhatikan diantaranya, mengembangkan kelembagaan melalui penetapan organisasi pengelolaan yang baik.

“Tugas, wewenang dan tanggung jawab yang jelas serta meningkatkan kemampuan aparatur yang dapat mendukung kegiatan penataan ruang demi menjaga kelestarian lingkungan hidup, sekaligus memantapkan pengendalian pemanfaatan ruang, termasuk pengamanan terhadap kawasan yang memiliki aset penting bagi pemerintah daerah (Pemda), sehingga dapat mewujudkan keserasian pembangunan wilayah yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan,” tutur Jurana.

Ia menyatakan, Ranperda tentang pengembanagn pesantren dimana telah kita ketahui bersama, pesantren didirikan dan diselenggarakan dalam rangka penyelenggaraan fungsi pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat.

“Dalam ketiga fungsi pesantren tersebut juga menjadi kontribusi besar terhadap pembangunan di daerah kabupaten Pasangkayu, yaitu melalui peningkatan kecerdasan, peningkatan akhlak, pendidikan keagamaan, dan kesejateraan melalui pemberdayaan masyarakat. Maka untuk menjamin penyelenggaraan pengembangan pesantren dalam menjalankan fungsinya, tentunya hal tersebut harus mendapatkan perhatian khusus untuk memenuhi segala aspek kebutuhan serta fasilitas sarana dan prasarana yang memadai terhadap pesantren,” ujar Jurana.

Dirinya menyebutkan, hal ini semoga menjadi acuan dan masukan yang konstruktif bagi semua pihak yang berkepentingan, Ranperda RTRW dan pengembangan pesantren untuk di bahas lebih lanjut.

“Adapun ranperda tentang penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu, P4GN, RPH, Fraksi Nasdem meminta untuk di tunda dan akan di bahas dalam rapat selanjutnya, dengan alasan efektivitas dan kualitas Ranperda yang ada,” sebut Jurana.

Fraksi PDI Perjuangan, Nur Latif menyampaikan penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu kami menggaris bawahi dua permasalahan utama, sehingga terkadang terjadi pelambatan dikeluarkannya rekomendasi.

“Dimanan tidak tersedianya ruangan yang menempatkan seluruh perwakilan OPD (organisasi perangkat daerah) yang berkaitan dengan perizinan, sehingga solusinya adalah menyediakan ruangan yang mana didalamnya terdapat meja-meja perwakilan OPD yang berhubungan dengan perizinan,” papar Latif.

Ia meminta masing-masing OPD menyediakan anggaran perjalanan dinas untuk tim terpadu, sehingga hal ini menyebabkan tidak serentaknya tim untuk melakukan kunjungan lapangan, maka solusinya adalah tersedianya anggaran perjalanan lapangan dinas yang melekat pada PTSP, sehingga lebih memudahkan tim terpadu untuk turun ke lapangan.

“Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pasangkayu selama ini terkendala di pemberian izin kepada para pelaku usaha pemotongan hewan karena tidak adanya peraturan daerah (perda) yang mengatur, sehingga kami sangat setuju lahirnya perda tentang RPH,” pinta Latif.

Menurutnya, kehadiran pondok pesantren (ponpes) sebagai lembaga yang berbasis masyarakat dan boleh didirikan perseorangan, yayasan, maupun organisasi masyarakat Islam, menjadi hal penting untuk dijadikan wadah pengembangan praktik dan bagi kami, 22 pasal yang tertuang dalam Ranperda tentang pengembangan pesantren ini kami anggap sudah sesuai kebutuhan daerah.

“Untuk narkoba bukanlah barang salah ketika digunakan di orang dan di tempat yang telah direkomendasikan oleh undang-undang, namun jika narkoba menjadi salah ketika terjadi penyalahgunaan dan peredaran gelap didalamnya,” tutur Latif.

Kata Latif, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika adalah masalah besar, terkhusus bagi kelangsungan generasi pelanjut estapet kepemimpinan di daerah kita.

“Olehnya itu butuh kepedulian ekstra untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika tersebut. Setelah kami mengamati Ranperda ini, kami memastikan bahwa ruang lingkup materi pengaturan dalam perda sudah terpenuhi,” katanya.

Latif menerangkan, hal menarik dan menjadi perhatian utama bagi Fraksi PDI Perjuangan adalah Ranperda penyusunan kebijakan RTRW Kabupaten Pasangkayu, dan sekaitan dengan rRanperda ini kami memiliki beberapa catatan.

“Kalau memang Ranperda ini adalah perubahan atas Ranperda sebelumnya, maka kita membutuhkan kajian strategis sesuai dengan realitas yang menjadi alasan kuat akan perubahan Ranperda ini, namun mungkin karena keterbatasan pemahaman kami, sehingga yang kami dapatkan dalam (KLHS), dan naskah akademik hanyalah teori-teori yang begitu teoritis, sehingga kami tidak menemukan alasan akan pentingnya perubahan dari sebuah Ranperda,” terangnya.

Ia menjelaskan, apakah tidak sebaiknya salah satu yang harus dijadikan rujukan dalam pembuatan Ranperda ini adalah UU nomor 11 tahun 2020, tentang cipta kerja beserta peraturan peraturan pemerintah yang menjadi turunannya, karena yang kami pahami UU nomor 11 tahun 2020, tentang cipta kerja juga mengatur tentang tata ruang.

“Kamipun sangat menginginkan dalam Ranperda ini termuat pasal yang bisa mengatur secara jelas tentang keberadaan gedung-gedung walet yang ada di daerah kita. Dan kami belum sependapat bahwa pandangan terhadap pasal 32 point 5 c sudah mengakomodir keberadaan gedung walet, dimana dikategorikan sebagai budi daya unggas. Perlu diingat, walet bukanlah hewan budi daya, sehinga harusnya fokus perhatian kita tertuju pada keberadaan gedung, bukan pada ternaknya,” jelas Latif.

Dirinya memohon kejelasan, karena pada paragraf dua tertulis kawasan perkebunan rakyat, tapi yang dijelaskan dalam pasalnya adalah kawasan hutan rakyat, dan sebaiknya kesalahan seperti ini tidak terjadi pada pembuatan-pembuatan Ranperda berikutny.

“Kami tidak sependapat bunyi pasal 32 point 3 yang tidak menjadikan seluruh kecamatan sebagai kawasan hortikultura, karena ini akan menjadi jebakan bagi eksekutif dan legislatif ke depan. Kami dapat memastikan, ketika pasal ini disahkan maka akan menjadi pelanggaran ketika pemda menurunkan bantuan hortikultura ke kecamatan Sarjo, Bambaira, Bambalamotu, dan Lariang. Kecamatan sebaiknya kawasan hortikultura di tempatkan di seluruh kecamatan, sehingga tidak merugikan masyarakat yang bercocok tanam hortikultura,” urai Latif.

Masih Latif, kami mohon penjelasan paragraf kawasan peruntukan industri pasal 35 yang menyatakan bahwa kawasan peruntukan industri terdapat di kecamatan Tikke Taya.

“Jangan sampai keberadaan pasal ini akan menjadi batu sandungan bagi pemerintah untuk mengembangkan industri di daerah kita ke depan, termasuk keberadaan industri yang sudah terbangun, dan sementara proses pembangunan. Masukan kami, sebaiknya mengakomodir seluruh potensi yang ada,” terang Latif.

Latif menyampaikan, dalam Ranperda ini pun memuat tentang pembangunan terminal khusus bagi para pengusaha, dan lagi-lagi kami menemukan bahwa pengusaha-pengusaha kita yang sudah berizin yang berada di kecamatan Lariang tidak terakomodir dalam Ranperda ini, karena kecamatan Lariang tidak termasuk dalam kawasan pembangunan tersus.

“Kami sesungguhnya malu untuk membahas terlalu banyak tentang Ranperda ini, tapi apa yang kami lakukan hari ini adalah salah satu bentuk perhatian nyata kami terhadap Kabupaten Pasangkayu,” papanya.

Lanjut Latif, kami sadar sesadar-sadarnya, bahwa Ranperda RTRW adalah jantung buat pembangunan daerah kita, selain itu banyak bupati di negara kita baru tersadar ketika perjalanan pembangunan yang dilakukan terbentur dengan perda yang dibuatnya.

“Terkhusus Ranperda penyusunan kebijakan tentang RTRW itu dapat mempertimbangkan masukkan kami. Sementara untuk Ranperda lainnya itu kami terima dan bersedia membahas lebih lanjut,” imbuhnya . (Ocha/Nis)

 

 

Trans89.com adalah media online yang
menyajikan berita terbaru dan populer, baik hukum, kriminal, peristiwa, politik, bisnis, entertainment, event serta berita lainnya