Unjuk Rasa PMII Tolak Omnibus Law di Kantor DPRD Pasangkayu

17 October 2020 02:26
Unjuk Rasa PMII Tolak Omnibus Law di Kantor DPRD Pasangkayu
PMII unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja berlangsung depan kantor DPRD Jalan Abdul Muis, Kabupaten Pasangkayu, Sulbar. (Sarwo Kartika Roni/Trans89.com)
.

PASANGKAYU, TRANS89.COM – Sejumlah mahasiswa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dipimpin Ismail unjuk rasa menolak Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja berlangsung depan kantor DPRD Jalan Abdul Muis, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat (Sulbar), Jumat (16/10/2020).

Massa aksi membawa spanduk dan pamflet bertuliskan, saya kira pacar saya saja yang berkhianat ternyata DPR juga, tolak Omnibus Law, PMII bersama rakyat. Keadilan makalah aku ditolak, Omnibus Law juga harus ditolak. Tolak Omnibus Law yang mencederai demokratis. DPR Kamu itu berdosa banget, jangan matikan keadilan matikan saja sainganku, sZikir, pikir, dan amal sholeh itu PMII.

Mass aksi diterima Ketua DPRD Pasangkayu Alwiaty, dan anggota DPRD Yani Pepi, Herman Yunus serta Muslihat Kamuddin di ruang aspirasi DPRD Pasangkayu.

Ismail bacakan tuntutan, mengatakan pekerja di PHK karena mendapatkan surat peringatan (SP) ke 3 saat bekerja tidak mendapatkan pesangon, dan pekerja yang mengundurkan diri tidak mendapatkan apapun termasuk pesangon.

“Pekerja yang di PHK karena terjadi perubahan status atau perubahan kepemilikan perusahaan, tidak lagi mendapatkan pesangon. Pekerja yang di PHK karena perusahaan tutup yang alami kerugian secara terus-menerus selama 2 tahun tidak lagi mendapatkan pesangon, pekerja yang di PHK karena perusahaan pailit tidak lagi mendapatkan pesangon,” kata Ismail.

Ia melanjutkan, pekerja yang di PHK karena memasuki usia pensiun tidak lagi mendapatkan pesangon, dan pekerja yang meninggal dunia, maka ahli warisnyapun tidak lagi mendapatkan uang pesangon, dan pekerja yang di PHK akibat sakit berkepanjangan ataupun mengalami cacat akibat kecelakaan kerja juga tidak lagi mendapatkan pesangon.
“Selain itu, yang juga menjadi sorotan buruh, jumlah uang pesangon yang diberikan saat di PHK, dimana jumlahnya dipotong drastis dari 32 kali gaji atau upah menjadi maksimal 25 kali gaji,” tambah Ismail.

Tanggapan Ketua DPRD Pasangkayu, Alwiaty, menyampaikan pada tanggal 12 Oktober 2020, kami sudah menerima penolakan UU Omnibus Law dan kami sudah membuat surat ke Presiden RI yang isinya pada saat pengesahan UU Omnibuslaw tanggal 5 Oktober 2020.

“Dengan adanya aksi unjuk rasa, sehingga DPRD menolak UU Omnibus Law dan meminta segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Surat tersebut langsung kami kirim ke Jakarta. Adapun poin tuntutan PMII harus diketahui terkait pesangon, terkait sakit berkepanjangan, pesangonnya hilang padahal tidak sesuai yang tertuang yaitu pesangonnya sebahagian dipotong karena sakit bukan hilang,” paparnya.

Ismail kembali membacakan komitmen bersama yang dibuat oleh PMII dimana di dalamnya terdapat 4 poin, kemudian ditandatangani bersama dengan DPRD Kabupaten untuk dikirim ke PMII Pusat di Jakarta. (Sarwo/Nis)

Trans89.com adalah media online yang
menyajikan berita terbaru dan populer, baik hukum, kriminal, peristiwa, politik, bisnis, entertainment, event serta berita lainnya