Gatot Ditolak Jenguk Tokoh KAMI dan Gagal Bertemu Kapolri, Sampaikan 7 Poin Petisi

16 October 2020 01:31
Gatot Ditolak Jenguk Tokoh KAMI dan Gagal Bertemu Kapolri, Sampaikan 7 Poin Petisi
Presidium KAMI Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo serta tokoh KAMI lainnya berkunjung ke gedung Bareskrim Mabes Polri Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. (Bayu A/Trans89.com)
.

JAKARTA, TRANS89.COM – Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo dan Din Syamsuddin serta tokoh KAMI lainnya berkunjung ke gedung Bareskrim Mabes Polri Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (15/10/2020).

Kedatangan KAMI di Mabes Polri ingin bertemu Kapolri, Jenderal Pol Idham Azis sekaligus ingin mejenguk rekan-rekan mereka, yakni Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan dan Anton Permana.

“Ya gini, kami kan bertamu meminta izin untuk menengok. Kami dari presidium, eksekutif dan lain-lain. Kami menunggu sampai ada jawaban dari pihak kepolisian,” kata Gatot di Bareskrim.

Namun dari Bareskrim maupun Kapolri Jenderal Idham Azis, semuanya tidak ada yang mau menerima kehadiran KAMI.

“Enggak ada masalah kalau kami tidak ditemui, ya sudah,” ujar Gatot.

Gatot juga tak tahu apa alasan dari Kapolri dan Bareskrim menolak bertemu dengan mereka, dan setelah mendapat penolakan, Gatot bersama para elite KAMI langsung pergi dari gedung Bareskrim.

“Enggak tahu, ya pokoknya enggak dapat izin ya enggak masalah. Ya sekarang pulanglah, masa mau tidur di sini,” pungkas Gatot.

Setelah tak bisa bertemu dengan Kapori danmenjenguk rekan-rekannya, pihak KAMI pun membacakan surat atau Petisi Presidium KAMI ke Kapolri itu lewat perantara wartawan.

7 Poin Petisi KAMI untuk Kapolri

Sehubungan dengan penangkapan tokoh KAMI atas nama Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Moh Jumhur Hidayat, dan beberapa orang dari jejaring KAMI daerah, dengan ini KAMI menyampikan Petisi kepada Kapolri sebagai berikut :

1. KAMI menyesalkan dan memprotes penangkapan tersebut sebagai tindakan represif dan tidak mencerminkan fungsi Polri sebagai pengayom dan pelindung rakyat. Penangkapan mereka, khususnya Syahganda Nainggolan, jika dilihat dari dimensi waktu dasar laporan polisi dan keluarnya sprindik pada hari yang sama jelas aneh atau tidak lazim dan menyalahi prosedur.

2. Proses penangkapan para pejuang KAMI sangat dipaksakan, tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, bahkan terlihat seperti menangani teroris.

3. Pengumuman Pers Mabes Polri oleh Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Awi Setiyono tentang penangkapan tersebut KAMI nilai, mengandung nuansa pembentukan opini (framing), melakukan generalisasi dengan penisbatan kelembagaan yang bersifat tendensius, bersifat prematur yaitu mengungkapkan kesimpulan dari proses pemeriksaan yang masih berlangsung.

4. Semua hal di atas, termasuk membuka nama dan identitas seseorang yang ditangkap menunjukan bahwa polri tidak menegakkan prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocence) yang seyogyanya harus ditegakkan oleh lembaga penegak hukum/Polri.

5. KAMI Menegaskan bahwa ada indikasi kuat handphone beberapa tokoh KAMI dalam hari-hari terakhir diretas/dikendalikan oleh pihak tertentu, sehingga besar kemungkinan disadap atau digandakan (dikloning).

6. KAMI menolak secara kategoris penisbatan atau pengakaitan tindakan anarkis dalam unjuk rasa kaum buruh, mahasiswa dan pelajar dengan organisasi KAMI.

7. KAMI meminta Polri membebaskan para tokoh KAMI dan korban lainnya yang sengaja dijerat menggunakan UU ITE yang banyak mengandung ‘pasal-pasal karet’ dan patut dinilai bertentangan dengan semangat demokrasi dan konstitusi yang memberi kebebasan berbicara dan berpendapat kepada rakyat warga negara. Kalaupun UU ITE tersebut mau diterapkan, maka Polri harus berkeadilan yaitu hanya membidik KAMI dan pihak lain yang dianggap melawan pemerintah saja, sementara banyak pihak di media sosial yang mengumbar ujian kebencian yang berdimensi SARA tapi Polri berdiam diri.

Delapan Pegiat KAMI Ditahan Polisi

Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divhumas Polri, Brigjen Pol Awi Setiyono memastikan penangkapan dan penahanan terhadap para pegiat KAMI berdasarkan bukti permulaan yang kuat.

Bukti itu berupa tangkapan layar percakapan grup aplikasi perpesanan whatsapp (WA), proposal hingga bukti unggahan di media sosial (medsos).

Menurut Awi, salah satu bukti yang paling mencolok adalah isi percakapan grup WA KAMI yang diduga ada upaya penghasutan.

“Kalau rekan-rekan membaca WA-nya, ngeri. Pantas kalau di lapangan terjadi anarkis, itu mereka masyarakat yang tidak paham betul, gampang tersulut,” ujar Awi di kantor Bareskrim Polri pada Selasa 13 Oktober 2020.

Dari delapan pegiat KAMI yang ditangkap di Jakarta serta Medan, tidak semuanya tergabung dalam satu grup whatsapp.

“Enggak, bukan tergabung (dalam satu grup). Semua akan di profiling. Kasus per kasusnya di profiling,” kata Awi.

Ia belum mau membeberkan sejak kapan percakapan yang membahas penghasutan dengan ujaran kebencian bernuansa SARA itu dimulai.

“Pasalnya, hal tersebut sudah masuk dalam ranah penyidikan,” tutur Awi.

Awi hanya menerangkan bahwa tindakan penghasutan yang dilakukan para pegiat KAMI ini berkaitan dengan demo penolakan UU Cipta Kerja yang akhirnya berujung tindakan anarkis di berbagai kota besar di Indonesia.

“Ini terkait dengan demo Omnibus Law Cipta Kerja yang berakhir anarkis. Patut diduga mereka (pegiat KAMI) memberikan informasi yang menyesatkan, berbau SARA dan penghasutan,” terang Awi.

Karopenmas pun memastikan bahwa pegiat KAMI yang ditangkap telah merencanakan penghasutan hingga terjadi perusakan fasilitas umum dan penyerangan terhadap aparat.

“Mereka memang merencanakan sedemikian rupa untuk membawa ini, membawa itu, melakukan perusakan itu ada, semua terpapar jelas (dalam grup WA),” tuturnya.

Terkait dugaan adanya pihak yang membiayai aksi demo, Awi tidak menjelaskan detil.

“Sudah mulai masuk ke materi penyidikan, proposalnya ada. Nanti itu barang buktinya (proposal),” sebutnya.

Sebelumnya, ada delapan pegiat KAMI yang ditangkap polisi yakni Juliana, Devi, Wahyu Rasari Putri, Khairi Amri, Kingkin Anida, Anton Permana, Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat. Lima orang di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Bareskrim Polri.

“Mereka diduga melanggar Pasal 45 A ayat 2 UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 160 KUHP tentang penghasutan yang ancaman hukumannya mencapai enam tahun penjara,” imbuhnya. (Bayu/Nis)

Trans89.com adalah media online yang
menyajikan berita terbaru dan populer, baik hukum, kriminal, peristiwa, politik, bisnis, entertainment, event serta berita lainnya