PMII Geruduk Kantor Gubernur Gorontalo Terkait Penanganan Covid-19

29 July 2020 01:42
PMII Geruduk Kantor Gubernur Gorontalo Terkait Penanganan Covid-19
Sejumlah mahasiswa dari PMII Cabang Kota Gorontalo unjuk rasa di kantor Gubernur Gorontalo Jalan Sapta Marga, Botu, Kota Gorontalo. (Rian Cakra/Trans89.com)
.

GORONTALO, TRANS89.COM – Sejumlah mahasiswa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Kota Gorontalo dipimpin Apriyanto Radjak dan Jufri unjuk rasa di kantor Gubernur Gorontalo Jalan Sapta Marga, Botu, Kota Gorontalo, Senin (27/7/2020).

Mass aksi membawa pamflet bertuliskan, PMII menggugat Gorontalo krisis dimasa pandemi. Meminta pemerintah terbuka pemakaian anggaran Rp75,54 miliar. Biaya rapid test sesuaikan dengan SE Kementerian Kesehatan. Satuan Gugus harus serius penanganan karantina mandiri. Melaksanakan ketertiban selama 24 jam. Penyedian masker terhadap setiap orang yang beraktivitas di luar rumah.

Tuntutan massa aksi, Jufri mengatakan, PMII menggugat krisis transparansi dan regulasi di masa pandemi Covid-19 bukan hanya menjadi masalah Indonesia, namun juga menjadi problem global yang telah menghantam tatanan kehidupan manusia, mulai dari aspek sosial, ekonomi, kesehatan dan sebagainya.

“Di Gorontalo sendiri, pertanggal 26 Juli 2020 total positif corona mencapai angka 820 kasus, meninggal 31 orang, sembuh 382 orang dan dalam perawatan 407 orang,” kata Jufri.

Menurut dia, setelah diumumkan kasus pertama di Gorontalo pada 9 April 2020 lalu, tidak berselang lama kemudian pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) demi menekan angka penyebaran virus corona. Akhirnya tiga tahap PSBB diberlakukan, lalu menggantinya dengan skenario new normal atau adaptasi kebiasaan baru.

“Berdasarkan data yang dirilis tim crisis center Universitas Negeri Gorontalo (UNG) setelah tahap tiga PSSB dievaluasi, reproduksi efektif (RT) berada di angka 1,62, di mana tingkat penyeberannya 1 orang bisa menulari 2 orang,” tutur Jufri.

Ia menjelaskan, dengan demikan, peralihan dari PSBB ke new normal cenderung dipaksakan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Gorontalo.

“Sementara Word Health Organization (WHO) mensyaratkan negara atau daerah yang boleh melonggarkan pembatasan sosial harus di bawah angka 1. Selain itu, pelonggaran dapat dilakukan jika penularan di bawah 1 dapat berlangsung selama 14 hari berturut-turut,” jelas Jufri.

Dirinya menyebutkan, ketika Gorontalo sudah memasuki era new normal atau adaptasi kebiasaan baru, justru kasus positif bertambah signifnkan, dan itu sangat menghawatirkan.

“Misalnya pada tanggal 20 Juli 2020, Gugus Tugas Provinsi Gorontalo mengumumkan kasus yang terkonfirmasi positif corona mencapai 107 kasus, 21 Juli 77 kasus, 24 Juli 74 kasus, 25 Juli 104 kasus, dan 26 Juli 22 kasus,” sebut Jufri.

Jufri mengemukakan, dari sejumlah tren kasus positif corona yang cukup tinggi pada fase new normal, dengan demikian hal ini membuktikan apa yang diterapkan oleh pemerintah Gorontalo gagal. Ada beberapa indikator menurut kajian PMII Kota Gorontalo yang menyebabkan melonjaknya kasus positif.

“Pandemi krisis transparansi dan regulasi, yang mana saat ini semakin meningkatnya masalah Covid-19 di Provinsi Gorontalo sehingga semakin mengkhawatirkan, pemerintah tidak memberikan transparansi anggaran serta minimnya regulasi sehingga membuat lonjakan signifikan penularan Covid-19 di era new normal life. Rapid test terlalu mahal dengan harga Rp190.000 perorang. Di Perbatasan banyak yang tidak melakukan rapid test jika masuk ke Provinsi Gorontalo,” ujar Jufri.

Tanggapan Asisten III Sekretariat Provinsi (Setprov) Gorontalo, Iswanta menyampaikan, anggaran bukan dari pemerintah pusat tetapi dari anggaran APBD, dann sampai sekarang angaran sudah sekitar Rp30 miliar yang di keluarkan.

“Pemprov Gorontalo telah membangung beberapa fasilitas diantaranya RS Ainun sebanyak 36 kamar untuk pasien Covid-19. Berikan bantuan kepada masyarakat yang terpapar Covid-19, seperti sembako dan kepada usaha kerja mandiri (UKM). Untuk sekarang yang terpapar Covid-19 akan di isolasi di Mess Haji,” papar Iswanta.

Dirinya mengungkapkan, penanganan bagi masyarakat yang masuk ke Provinsi Gorontalo, kami pemerintah terus berkonsultasi dengan pihak terkait dan meminta pengawalan sampai pada penanganan isolasi, dan meminta pemerintah kabupaten/kota melakukan pengawasan terhadap pasien yang terpapar Covid-19.

“Pengunaan anggaran Covid-19 tidak main-main dan bisa di pertanggungjawabkan. Kami meminta dari pihak mahasiswa dan LSM untuk mengawalnya agar tidak terjadi kesalahpahaman soal anggaran Covid-19 ini,” ungkap Iswanta.

Massa Aksi belum puas dengan tanggapan Asisten III Setprov Gorontalo, Iswanta dan berjanji akan kembali melakukan aksi untuk meminta untuk bertemu langsung dengan gubernur. (Rian/Nis)

Trans89.com adalah media online yang
menyajikan berita terbaru dan populer, baik hukum, kriminal, peristiwa, politik, bisnis, entertainment, event serta berita lainnya