DPRD Pasangkayu Gelar RDP Dengan PKS Terkait TBS

06 July 2020 23:00
DPRD Pasangkayu Gelar RDP Dengan PKS Terkait TBS
Ketua DPRD Kabupaten Pasangkayu, Alwiaty pimpin RDP dengan Dinas Perkebunan dan pihak PKS berlangsung di ruang aspirasi DPRD Jalan Ir Soekarno, Kabupaten Pasangkayu, Sulbar. (Sarwo Kartika Roni/Trans89.com)
.

PASANGKAYU, TRANS89.COM – Ketua DPRD Kabupaten Pasangkayu, Alwiaty pimpin rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dinas Perkebunan dan pihak perusahaan kelapa sawit (PKS) berlangsung di ruang aspirasi DPRD Jalan Ir Soekarno, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat (Sulbar), Senin (6/7/2020).

Hadir di RDP tersebut, Anggota DPRD Pasangkayu Muslihat Kamaluddin, Herman Yunus, Saifuddin Andi Baso, Yani Pepy Adriani, Putu Suardana, Mahmud Kabo dan Samsur Faisal, Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Pasangkayu Mujahid, perwakilan PT Awana Sawit Lestari (ASL) Yudi dan perwakilan PT Toscano Indah Pratama (TIP) Kadir.

Anggota DPRD Pasangkayu, Saifuddin Andi Baso, mengatakan secara pribadi dan kelembagaan DPRD Pasangkayu, mengecam dan mengancam akan menggugat PKS tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Tidak ada yang kebal hukum di Indonesia ini. Kita akan melakukan perlawanan melalui PTUN, rakyat pasti bersama kita, dan kita bisa meminta bantuan kepada Pemda di Bagian Hukum karena pengacara daerah ada untuk menggugat perusahaan, karena keputusan jelas ada suratnya dimana harga tandan buah segar (TBS) Rp1.167,59 perkilogramnya,” kata Saifuddin politisi Partai Golkar ini.

Ia menyebutkan, beberapa hari yang lalu ada puluhan orang perwakilan kelompok tani yang mendatangi gedung dewan, dengan mengeluhkan harga TBS tidak sesuai kesepakatan.

“Perusahaan itu membeli sawit (TBS) masyarakat hanya dengan harga Rp1.120 perkilo, ini penjajahan namanya,” sebut Saifuddin.

Menurut dia, karena hanya ada dua perwakilan perusahaan yang hadir, agar RDP ini dijadwalkan kembali dan menghadirkan semua perusahaan TBS, serta mengundang Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu ( PMPTSP) sebagai instansi yang mengeluarkan izin, Dinas Perdagangan serta Disbun.

“Kalau perusahaan ini tetap tidak mau hadir dan tidak mengindahkan keputusan pemerintah soal harga TBS, maka DPRD bisa merekomendasikan kepada PTSP untuk mencabut izin pembeliannya, karena merugikan petani,” tutur Saifuddin.

Anggota DPRD Pasngkayu, Herman Yunus, menyampaikan keputusan pemerintah tersebut sifatnya wajib dan harus ditaati oleh perusahaan apapun resikonya, karena pemerintah dalam menetapkan harga juga mempunyai dasar dan rujukan.

“Pada dasarnya, pemerintah melindungi semua pihak, baik itu petani maupun perusahaan,” papar Yunus.

Ia meminta perusaaah untuk ikuti keputusan pemerintah, dan jangan juga kita membuat diskresi sendiri, seolah-olah menentukan harga sendiri.

“Jadi keputusan pemerintah itu harus ditaati korporasi dalam hal ini PKS di wilayah Pasangkayu. Kalau PKS-PKS ini tetap bandel, DPRD akan menggunakan haknya yang melekat,” pinta Yunus.

Sementara perwakilan PT Awana Sawit Lestari, Yudi, mengatakan kami tidak mengindahkan keputusan pemerintah Sulbar dalam hal penetapan TBS, karena perusahaanlah dirugikan penjualan crude palm oil (CPO), jika dibandingkan dengan keputusan pemerintah tersebut tidak berbanding lurus, jika dihitung secara ekonomi.

“Setelah penetapan harga TBS, kami perusahaan ini melakukan pertemuan, kemudian membuat surat keberatan ke Gubernur Sulbar. Karena kost atau biaya yang kami keluarkan begitu banyak,” kata Yudi.

Dirinya mengemukakan, jika kami menaikkan Rp10 saja perkilo dari Rp 1.120 yang kami belikan sekarang ini, kerugiannya sudah begitu banyak, bagaimana kalau kami ikuti ketetapan pemerintah itu.

“Baru kali ini PT Awana tidak mengikuti harga yang ditetapkan pemerintah, karena di bulan-bulan sebelumnya, kami selalu sejalan dengan keputusan yang ada,” terang Yudi.

Kadis Perkebunan Pasangkayu, Mujahid merasa heran dengan semua perusahaan yang mengelola kelapa sawit, sebab penetapan harga TBS itu perusahaan juga terlibat sebagai tim.

“Karena tidak bisa ditetapkan harga TBS terbaru kalau mereka (PKS) tidak hadir. Tapi saya heran, kenapa keputusan bersama ini mereka tidak mengikutinya,” tanya Mujahid.

Lanjut Mujahid, dari 6 PKS, hanya 5 yang memiliki pabrik TBS di Pasangkayu, karena ada tidak memiliki pabrik. Namun kelima pabrik itu tidak mengikuti penetapan pemerintah.

“Tim Provinsi Sulbar menetapkan harga inikan ada dasarnya, dan berdasarkan harga pemasaran bersama di Jakarta. Karena perusahaan-perusahaan ini tidak memberikan invoicenya,” tambah Mujahid.

Harga TBS yang ditetapkan pemerintah provinsi Sulbar, pada 23 Juli lalu sebesar Rp 1.167, 59 perkilogram. Sementara perusahaan membeli harga lebih rendah dari keputusan tersebut.

Rencana DPRD Pasangkayu akan kembali melakukan RDP dengan mengundang dinas terkait dan semua PKS yang mengelolah TBS. (Sarwo/Nis)

Trans89.com adalah media online yang
menyajikan berita terbaru dan populer, baik hukum, kriminal, peristiwa, politik, bisnis, entertainment, event serta berita lainnya