Depan Istana Negara, Yayasan Terbang Indonesia Minta Presiden Tutup Pasar Satwa Liar
JAKARTA, TRANS89.COM – Yayasan Terbang Indonesia (YTI) unjuk rasa diikuti sekitar 20 orang peserta aksi dipimpin Marison Guciano di Taman Pandang depan Istana Negara, Jalan Silang Monas, Gambir, Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Massa aksi membawa spanduk bertuliskan, Indonesia akhiri perdagangan satwa liar dan hewan hidup untuk kesehatan fan kesejahteraan manusia, hewan dan ekosistem kita. Tutup pasar satwa liar. Dua orang positif corona, stop perdagangan satwa liar. Tutup pasar satwa liar untuk mencegah corona.
Orasi Marison Guciano mengatakan, kami aktivis hewan menyerukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengambil tindakan menutup pasar satwa liar dan hewan hidup.
“Ketika kasus pertama corona virus diumumkan di Indonesia, ketika virus corona terus menyebabkan gangguan global, korban dan kematian di seluruh dunia, organisasi perlindungan hewan lokal dan internasional meminta Presiden Jokowi untuk mengambil tindakan untuk menutup pasar satwa liar dan hewan hidup yang masih beroperasi penuh di banyak daerah di Indonesia,” kata Marison.
Menurut dia, perlindungan hewan nasional dan internasional, Yayasan Change For Animals, FLIGHT, Jakarta Animal Aid Network dan Animals Asia berkumpul di luar Istana Kepresidenan untuk menyerukan kepada pemerintah untuk mengambil tindakan guna mengatasi krisis kesehatan global yang semakin meningkat, hanya beberapa hari setelah Indonesia mengumumkan kasus pertama penyakit mematikan.
“Ketika wabah koronavirus terus menyebabkan kekhawatiran di seluruh dunia, ia telah memunculkan risiko kesehatan masyarakat yang sangat besar terkait dengan pasar satwa liar dan hewan hidup yang masih marak di banyak bagian wilayah ini termasuk Indonesia,” tutur Marison.
Ia menjelaskan, sementara virus itu sekarang, diketahui berasal dari pasar grosir makanan laut Huanan di Wuhan, Cina, di mana sejumlah besar spesies satwa liar dijual bersama anjing dan hewan peliharaan lainnya yang ditakdirkan untuk konsumsi manusia, para aktivis memperingatkan bahwa risiko yang ditimbulkan oleh pasar hewan hidup ini tidak terbatas di Cina.
“Di hampir seluruh daerah di Indonesia terdapat pasar seperti di Wuhan, di mana hewan liar banyak di antaranya merupakan spesies langka, dijual dan disembelih setiap hari dil depan umum. Kondisi tidak sehat di pasar-pasar ini, bersama-sama dengan risiko kontaminasi karena begitu banyak spesies hewan dikurung dan dibunuh satu sama lain adalah tempat berkembang blak yang sempurna untuk penyakit baru dan mematikan,” jelas Marison.
Dirinya menyebutkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa 70% patogen penyebab penyakit global yang ditemukan dalam 50 tahun terakhir berasal dari hewan, dan Covid-19 (corona) tidak berbeda, mengingat keadaan darurat saat ini di China dan di seluruh dunia. Dan pada tanggal 24 Februari, Cina menyetujui proposal yang melarang perdagangan satwa liar ilegal, menghapuskan kebiasaan buruk konsumsi berlebihan satwa liar, dan secara efektif melindungi kehidupan dan kesehatan masyarakat.
“Langkah-langkah baru ini menyusul larangan sementara perdagangan satwa liar yang diumumkan pada bulan Januari, dan kemudian diikuti oleh kota terbesar kelima Cina, Shenzen, mengusulkan undang-undang dengan langkah tambahan larangan di seluruh kota terhadap konsumsi anjing dan kucing,” sebt Marison. (Bagus/Nis)